Banyak ahli gizi berpendapat bahwa demonisasi total terhadap UPF justru kontraproduktif. Pasalnya, tidak semua orang punya akses waktu dan uang untuk selalu masak makanan segar.
Di beberapa kondisi, makanan ultra proses bahkan bisa menjadi penyelamat, seperti susu formula bagi bayi, atau makanan fortifikasi untuk mereka yang kekurangan nutrisi.
Jadi, menyebut UPF sebagai “penyebab semua penyakit” tanpa melihat konteks bisa jadi mitos berbahaya.
Permasalahannya: Kita Makan Terlalu Banyak UPF, Tanpa Sadar
Masalah terbesar bukan pada makanan ultra proses itu sendiri, tapi pada seberapa sering dan seberapa banyak kita mengonsumsinya. Data menunjukkan bahwa di beberapa negara, lebih dari 50% asupan kalori harian berasal dari UPF.
Artinya, tubuh kita jarang mendapatkan makanan asli sayur, buah, biji-bijian utuh, protein segar yang sebenarnya dibutuhkan.
Dan parahnya, UPF sering dirancang agar bikin ketagihan. Kombinasi gula, garam, dan lemak dalam proporsi tertentu bisa merangsang pusat “kenikmatan” di otak, mirip dengan efek narkoba ringan. Inilah kenapa kita sulit berhenti ngemil walau perut sudah kenyang.
Baca Juga: Kesehatan Mental Ternyata Juga Dipengaruhi Junk Food atau Makanan Cepat Saji: Ini Penjelasannya!
Musuh Kita Bukan Makanan, Tapi Ketidakseimbangan
Jadi, apakah UPF berbahaya? Jawabannya: bisa ya, bisa tidak. Jika dikonsumsi berlebihan, tanpa pola makan sehat sebagai penyeimbang, maka risiko kesehatan memang nyata.
Tapi jika sesekali, dalam jumlah wajar, dan kamu masih makan makanan segar sehari-hari, efek buruknya bisa diminimalkan.
Yang lebih penting adalah kesadaran dan keseimbangan. Mengenali apa yang kita makan, membaca label, dan tidak bergantung sepenuhnya pada makanan instan. Sesekali mi instan, sosis, atau keripik? Wajar. Tapi jangan sampai semua makanan kita “buatan pabrik”.
Karena pada akhirnya, kesehatan itu investasi jangka panjang, dan kita berhak menikmati hidup termasuk makanan tanpa rasa bersalah, asal tahu batasnya.***