SURATDOKTER.com - Hyperdontia, atau dikenal juga sebagai kondisi gigi tambahan, adalah situasi di mana seseorang memiliki lebih banyak gigi dibandingkan jumlah normal.
Pada anak-anak, biasanya terdapat 20 gigi primer, sedangkan pada orang dewasa jumlah gigi permanen adalah 32.
Jika seseorang memiliki lebih dari jumlah tersebut, maka ia dikatakan mengalami hyperdontia.
Gigi tambahan ini dapat tumbuh di berbagai area mulut, baik di rahang atas, rahang bawah, sisi kanan, sisi kiri, atau bahkan keduanya.
Baca Juga: Apakah Berbahaya Jika Gusi Berlubang Setelah Pencabutan Gigi? Ini Penjelasannya!
Gigi tambahan ini sering kali diklasifikasikan berdasarkan lokasi pertumbuhannya. Salah satu jenis yang paling umum adalah mesiodens, yang muncul di belakang gigi depan atas.
Selain itu, ada juga paramolar, yang tumbuh di samping geraham, baik ke arah lidah maupun pipi, serta distomolar, yang tumbuh di belakang geraham terakhir.
Gigi tambahan ini dapat muncul sendiri-sendiri atau dalam kelompok, dan ada yang terlihat menonjol, sementara sebagian lainnya terpendam di dalam gusi atau tulang rahang.
Bentuk gigi tambahan juga bervariasi. Ada yang berbentuk kerucut, disebut sebagai gigi kerucut, atau berbentuk seperti gigi biasa, yang dikenal dengan istilah suplemental. Selain itu, terdapat juga jenis tuberculate, yang berbentuk menyerupai tong, dan odontoma, yang menyerupai massa tidak beraturan akibat kelainan pertumbuhan jaringan gigi.
Hyperdontia tidak selalu menyebabkan masalah. Dalam banyak kasus, gigi tambahan tidak menimbulkan rasa sakit atau ketidaknyamanan.
Baca Juga: Kabar Baik! Jepang Akhirnya Uji Coba Penemuan Obat Penumbuh Gigi!
Namun, ada beberapa situasi di mana gigi tambahan ini memberikan tekanan berlebih pada rahang atau gusi, sehingga menimbulkan gejala seperti nyeri, pembengkakan, atau bahkan infeksi. Dalam kasus yang lebih parah, gigi tambahan dapat menyebabkan maloklusi (gigitan yang tidak sejajar), kesulitan mengunyah, dan kerusakan pada gigi lainnya.
Para ahli belum sepenuhnya memahami apa yang menyebabkan hyperdontia. Namun, ada beberapa faktor yang diyakini berkontribusi terhadap kondisi ini.
Salah satunya adalah faktor genetik, di mana seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan hyperdontia memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalaminya.