keluarga

Membongkar Stigma Gangguan Jiwa: Peran Masyarakat dan Dukungan Pasca Perawatan dalam Proses Kesembuhan

Kamis, 4 Januari 2024 | 15:35 WIB
Peran Masyarakat dan Dukungan Pasca Perawatan dalam Proses Kesembuhan Gangguan Jiwa (Freepik/freepik)

SURATDOKTER.com - Orang-orang yang mengalami gangguan jiwa masih sering kali dihadapkan pada stigma yang kuat ketika kembali ke masyarakat setelah menjalani perawatan di rumah sakit.

Stigma ini merupakan sebuah label negatif yang ditempelkan oleh masyarakat kepada individu yang mengalami gangguan jiwa. Stigma yang begitu kuat dapat memperburuk kondisi gangguan jiwa yang dialami dan juga menghambat proses penyembuhan bagi klien tersebut. 

Khususnya pada pasien dengan gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, kesembuhan tidak dapat terjadi dalam satu kali perawatan saja, melainkan memerlukan proses penyembuhan yang panjang. Karena itu, pendampingan yang berkelanjutan sangat diperlukan sampai pasien benar-benar sembuh dan dapat berintegrasi kembali dengan masyarakat secara normal.

Stigma yang terus berkembang dalam masyarakat bisa berdampak merugikan bagi individu yang terkena label sosial ini. Individu yang menjadi korban stigma di masyarakat mengalami kesulitan dalam interaksi sosial, dan dalam kasus yang ekstrim, bisa mendorong individu tersebut untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Terlebih lagi, dampaknya juga meliputi penolakan terhadap pengobatan, penurunan kualitas hidup, kesempatan kerja yang minim, kesulitan dalam mendapatkan tempat tinggal, penurunan mutu layanan kesehatan, dan merosotnya harga diri.

Selain itu, Masyarakat merasa cemas jika ada individu dengan gangguan jiwa tinggal di lingkungannya karena terdapat persepsi bahwa individu tersebut cenderung berperilaku agresif dan berpotensi melukai orang lain. Semua hal ini merupakan hasil dari stigma terhadap gangguan jiwa.

Baca Juga: Tips Merawat ODGJ dengan Tepat

Permasalahan Gangguan Jiwa di Indonesia

Isu kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian serius dari berbagai sektor pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun daerah, serta mendapat dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi dua dekade lalu bahwa pada tahun 2020, depresi akan menjadi beban kesehatan global kedua setelah penyakit jantung dan pembuluh darah. Namun, perhatian lebih difokuskan pada pandemi COVID-19 yang menyerang pada awal tahun 2020. 

Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi gangguan mental emosional di Indonesia mencapai 9,8 persen, dengan tingkat tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah (19,8%) dan terendah di Provinsi Jambi (3,6%).

Depresi menjadi salah satu penyakit mental yang membutuhkan perhatian khusus, dengan prevalensi sekitar 6,1 persen pada individu di Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas menurut Riskesdas 2018. 

Namun, hanya sekitar 9 persen dari total individu yang mengalami depresi yang mendapat bantuan medis. Salah satu kendala yang terkait adalah kurangnya dukungan keluarga terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa memuat beberapa poin utama yang menggariskan hal-hal berikut:

1.Mewajibkan partisipasi masyarakat dalam melindungi serta memberdayakan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) melalui bantuan berupa tenaga, dana, fasilitas, serta pengobatan.

Halaman:

Tags

Terkini

Tips Mengatasi Speech Delay pada Anak

Minggu, 30 November 2025 | 23:31 WIB

10 Hal yang Kamu Warisi Dari Ibumu Secara Genetik

Kamis, 20 Maret 2025 | 18:00 WIB